MODEL KAWASAN PETERNAKAN (RANCH) SAPI TERPADU DI KABUPATEN SABU RAIJUA
Abstrak
Kabupaten Sabu Raijua adalah salah satu kabupaten yang tergolong daerah lahan kering beriklim kering yang memeiliki potensi sebagai sentra produksi sapi karena memiliki padang gembala yang memadai. Lahan kering tersebut sulit dioptimalkan untuk produksi tanaman pertanian seperti tanaman pangan namun sangat dimungkinkan untuk dikembangkan sebagai lahan tanaman pakan yang mampu mendukung populasi ternak sapi dalam jumlah besar. Sebagai contoh ekstrim, jika luasan lahan tersebut dikonversi menjadi lahan hijauan lamtoro dengan kapasitas tampung mencapai 10 ekor sapi dewasa setiap hektarnya maka jumlah sapi yang dapat dikembangkan di Kabupaten Sabu Raijua dapat mencapai 100-300 ribu ekor. Hal ini juga menggambarkan betapa terbukanya peluang pengembangan ternak sapi di kabupaten ini.
Program pendirian dan pengembangan kawasan peternakan sapi (ranch) terpadu (KPST) merupakan sebuah program terobosan Pemda Kabupaten Sabu Raijua dalam upaya meningkatkan produktivitas ternak dan ketahanan pangan serta kesejahteraan petani-peternak. Program yang merupakan kerjasama antara Pemda Kabupaten Sabu Raijua dengan Universitas Nusa Cendana ini diharapkan akan menjadi pusat percontohan pengelolaan ternak sapi berbasis padang penggembalaan (ranch) yang terintegrasi dengan pertanian tanaman pangan, perkebunan dan kehutanan (integrated farming system) untuk mengoptimalkan potensi lahan kering di Kabupaten Sabu Raijua.Keberadaan pusat percontohan peternakan sapi (ranch) terpadu nantinya juga diharapkan mampu menyediakan jalan pintaspemecahan berbagai permasalahan pengembangan pertanian lahan kering di Kabupaten Sabu Raijua dan berperan sebesar-besarnya bagi kejahteraan masyarakat dengan menyediakan model (contoh) pengembangan pertanian lahan kering terpadu.
Pelaksanaan kegiatan pengembangan kawasan peternakan sapi (Ranch) terpadu di Desa Raekore telah resmi mulai dilaksanakan sejak diterbitkannya surat perjanjian kerjasama No. 524/03/SPKS/DPPPK-SR/III/2014 tanggal 22 Maret 2014. Atas dasar surat perjanjian kerjasama tersebut, Fakultas Peternakan-Universitas Nusa Cendana dalam hal ini Tim Pengelola Kegiatan telah melaksanakan berbagai kegiatan lapangan dalam rangka mewujud-nyatakan percontohan tersebut. Dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan kawasan peternakan sapi terpadu (ranch) di Desa Raekore, beberapa luaran telah dapat dicapai tidak terlepas dari berbagai kendala yang ditemui.
Kabupaten Sabu Raijua adalah salah satu kabupaten yang tergolong daerah lahan kering beriklim kering yang memeiliki potensi sebagai sentra produksi sapi karena memiliki padang gembala yang memadai. Lahan kering tersebut sulit dioptimalkan untuk produksi tanaman pertanian seperti tanaman pangan namun sangat dimungkinkan untuk dikembangkan sebagai lahan tanaman pakan yang mampu mendukung populasi ternak sapi dalam jumlah besar. Sebagai contoh ekstrim, jika luasan lahan tersebut dikonversi menjadi lahan hijauan lamtoro dengan kapasitas tampung mencapai 10 ekor sapi dewasa setiap hektarnya maka jumlah sapi yang dapat dikembangkan di Kabupaten Sabu Raijua dapat mencapai 100-300 ribu ekor. Hal ini juga menggambarkan betapa terbukanya peluang pengembangan ternak sapi di kabupaten ini.
Program pendirian dan pengembangan kawasan peternakan sapi (ranch) terpadu (KPST) merupakan sebuah program terobosan Pemda Kabupaten Sabu Raijua dalam upaya meningkatkan produktivitas ternak dan ketahanan pangan serta kesejahteraan petani-peternak. Program yang merupakan kerjasama antara Pemda Kabupaten Sabu Raijua dengan Universitas Nusa Cendana ini diharapkan akan menjadi pusat percontohan pengelolaan ternak sapi berbasis padang penggembalaan (ranch) yang terintegrasi dengan pertanian tanaman pangan, perkebunan dan kehutanan (integrated farming system) untuk mengoptimalkan potensi lahan kering di Kabupaten Sabu Raijua.Keberadaan pusat percontohan peternakan sapi (ranch) terpadu nantinya juga diharapkan mampu menyediakan jalan pintaspemecahan berbagai permasalahan pengembangan pertanian lahan kering di Kabupaten Sabu Raijua dan berperan sebesar-besarnya bagi kejahteraan masyarakat dengan menyediakan model (contoh) pengembangan pertanian lahan kering terpadu.
Pelaksanaan kegiatan pengembangan kawasan peternakan sapi (Ranch) terpadu di Desa Raekore telah resmi mulai dilaksanakan sejak diterbitkannya surat perjanjian kerjasama No. 524/03/SPKS/DPPPK-SR/III/2014 tanggal 22 Maret 2014. Atas dasar surat perjanjian kerjasama tersebut, Fakultas Peternakan-Universitas Nusa Cendana dalam hal ini Tim Pengelola Kegiatan telah melaksanakan berbagai kegiatan lapangan dalam rangka mewujud-nyatakan percontohan tersebut. Dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan kawasan peternakan sapi terpadu (ranch) di Desa Raekore, beberapa luaran telah dapat dicapai tidak terlepas dari berbagai kendala yang ditemui.
Teks Lengkap:
77 - 122Referensi
Anonimous. 1975. Laporan Survey Proyek Pembangunan Peternakan di Bali. Universitas Udayana. Denpasar, Bali, Indonesia.
Anonimous. 1981. The development of Bali cattle breeding centre. Direktorat Bina Produksi Peternakan, Direktorat Jenderal Peternakan, Departement Pertanian. Pp. 42.
Amareko, S. L. 1997. Studi pemasaran ternak sapi di propinsi NTB dan NTT. Laporan Penelitian, Fapet Undana.
Bamualim, A. 1987. Effect of leucaena fed as a supplement to ruminants on low quality roughage diet. Proc. AAAP Anim. Congr. 1987, Hamilton, New Zealand. Pp. 42.
Bamualim, A. B., R. B. Wirdahayati and A. Saleh. 1990. Bali cattle production from Timor island. Research report, BPTP, Lili, Kupang.
Banks, B. 1986. Reproductive performance of Bali cattle in Timor. NTT-LDP Reports, Dinas Peternakan Propinsi Nusa Tenggara Timur.
Fattah, S. 1998. The productivity of Bali cattle maintained in natural grassland: a case of Oesuu, East Nusa Tenggara. PhD Thesis, Universitas Padjajaran, Bandung.
Jelantik, I G. N. 1990. Pengaruh Pemberian PGF2alpha secara intra uterin terhadap estrus sapi Bali. Skripsi, Fapet Undana.
Jelantik, I G. N., Burhanuddin, G. Oematan, T. T. Nikolaus, J. G. Sogen. 1998. Nutritional status and post partum reprodukctive performance of Bali cows grazing native pasture supplemented with urea-treated corn stover and concentrate. Resarch Report, Undana.
Jelantik, I G. N., T. Hvelplund, J. Madsen and M. R. Weisbjerg. 2001a. Bali cattle production and feed resources in West Timor. In: I G. N. Jelantik. Improving Bali Cattle (Bibos banteng Wagner) Production through Protein Supplementation. PhD Thesis. The Royal Veterinary and Agricultural University, Copenhage, Denmark.
Jelantik, I G. N., T. Hvelplund, J. Madsen and M. R. Weisbjerg. 2001b. Effect of different levels and sources of rumen degradable protein on intake, nutrient kinetics and utilisation of low quality tropical grass hay by Bali cows. In: I G. N. Jelantik. Improving Bali Cattle (Bibos banteng Wagner) Production through Protein Supplementation. PhD Thesis. The Royal Veterinary and Agricultural University, Copenhage, Denmark.
Jelantik, I G. N., T. Hvelplund, J. Madsen and M. R. Weisbjerg. 2001c. Improving calf performance by supplementation in Bali cattle grazing communal pastures in West Timor, Indonesia. In: I G. N. Jelantik. Improving Bali Cattle (Bibos banteng Wagner) Production through Protein Supplementation. PhD Thesis. The Royal Veterinary and Agricultural University, Copenhagen, Denmark.
Kirby, G. W. M. 1979. Bali cattle in Australia. World Anim. Rev. 31, 24-29.
Malelak, G. E. M., I G. N. Jelantik, dan W. A. Lay. 1998. The effect of resticted feeding on the utlisation of dietary nutrients, chemical and physical composition of full body og Bali bulls. Research Report. Undana.
Malessy, C. J. 1991. Kebijakan pembangunan peternakan di Nusa Tenggara Timur.. Temu tugas dan temu lapang penelitian dan pengembangan peternakan propinsi NTT, NTB dan Timor Timur.
Marawali, H., A. Yusuf, dan A. Bamualim. 1990. Pengaruh pemberian rumput alam pada musim yang berbeda terhadap konsumsi dan daya cerna ternak sapi Bali. Laporan Tahunan, Balitnak, Lili.
Mullik, M. L., D. P. Poppi, and S. R. McLennan. 1998. Increasing growth rate of cattle in the wet season using suplements of mollasses/urea combined with various protein sources. Anim. Prod. In Australia. 22:314.
Nulik, J., P. T. Fernandez, and Z. Babys. 1990. Forage production from Natural Pastures in the village of Naibonat dan Camplong. Research Report, Sub Balai Penelitian Ternak, Lili, Kupang. Pp. 60-64.
Pastika, M. and D. Darmadja. 1976. Reproductive performance of Bali cattle. Proc. Seminar on Reproductive Performance of Bali Cattle, Dinas Peternakan Tk. I Propinsi Bali, pp. 18-42.
Riwu Kaho, L. M. 1993. Studi tentang pergiliran merumput pada biom savana. Suatu telaah pada savana Binel Timor barat. Thesis, IPB, Bogor.
Salean, E. T. 1999. Memori serah terima jabatan kepala dinas peternakan propinsi dati I NTT periode 1994 s/d 1999.
Toelihere, M. R., I. G. N. Jelantik, and P. Kune. 1990. Pengaruh musim terhadap kesuburan sapi Bali betina di Besipae. Research Report, Faculty Anim. Sci. Univ. Nusa Cendana.
Toelihere, M. R., I. G. N. Jelantik, and P. Kune. 1991. Productive performance of Bali cattle and their crossbred with Friest Holstein. Research Report, Faculty of Anim. Sci, Univ. Nusa Cendana, Kupang.
Wirdahayati, R. B. 1989. The productivity of Bali cattle on native pastures in Timor island, the province of East Nusa Tenggara. Research report, BPTP, Lili, NTT.
Wirdahayati, R. B. 1994. Reproductive and productive performance of Bali and Ongole cattle in Nusa Tenggara, Indonesia. Research Report, BPTP, Lili, Kupang.
Wirdahayati, R. B. and A. Bamualim, 1990. Cattle productivity in the province of East Nusa Tenggara, Indonesia. Resarch Report, BPTP, Lili, Kupang.
DOI: http://dx.doi.org/10.35726/jpmp.v3i2.279
Refbacks
- Saat ini tidak ada refbacks.

